Chairil Anwar adalah salah satu sastrawan besar Indonesia. Bahkan, puisi-puisinya menjadi contoh di buku-buku pelajaran karena baitnya yang bagus.
Yuk, simak artikel berikut sampai habis untuk mengetahui puisi karya Chairil Anwar!
Summary:
- Puisi-puisi Chairil banyak mengandung makna yang mendalam dan punya tema luas, mulai dari cinta hingga sahabat.
- Kumpulan puisi dari salah satu sastrawan besar Indonesia ini bisa jadi bahan bacaan menarik maupun pembelajaran bagi yang ingin membuat karya tulisan.
Khazanah Bahasa dalam Puisi
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia. Sebelum adanya bahasa, manusia berkomunikasi melalui dengusan atau bahasa isyarat.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu dari ribuan bahasa yang ada di dunia. Kita mengenal berbagai karya sastra dalam Bahasa Indonesia yang punya ciri khas sendiri, misalnya puisi.
Kebanyakan puisi menggunakan diksi indah dan mungkin jarang muncul dalam percakapan sehari-hari. Tapi, karena itulah karya sastra tersebut begitu dicintai.
Salah satu sastrawan Indonesia yang terkenal dengan puisinya adalah Chairil Anwar. Selama hidup, Chairil Anwar telah menulis banyak karya yang terkumpul dalam beberapa buku.
Agar lebih tahu karya-karyanya, kali ini, kita akan sama-sama membahas puisi Chairil Anwar yang dikenal luas. Simak baik-baik, ya!
Profil Singkat Chairil Anwar
Chairil Anwar adalah salah satu penyair angkatan ’45. Saat ini, dia dikenal dengan puisi fenomenalnya yang berjudul “Aku”. Puisi tersebut membuatnya mendapat julukan Si Binatang Jalang.
Dia melahirkan banyak puisi selam hidup. Puisi Chairil Anwar memiliki tema beragam, seperti individualisme, eksistensialisme, kematian, dan sebagainya.
Kumpulan puisi Chairil Anwar dikumpulkan dalam tiga buku yang dirilis berurutan. Mulai dari deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam yang Terampas dan yang Putus (1949), serta Tiga Menguak Takdir (1950).
Chairil Anwar lahir di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak mantan Bupati Indragiri, Riau. Anwar juga masih punya hubungan kekerabatan dengan Sutan Syahrir, Perdana Menteri Indonesia pertama.
Semasa muda, Chairil Anwar menempuh pendidikan di HIS (pendidikan setara SMP di zaman kolonial). Sempat melanjutkan di MULO (pendidikan setara SMA di zaman kolonial), Anwar justru tidak menyelesaikannya.
Kendati demikian, Chairil Anwar menguasai tiga bahasa asing, yakni Bahasa Inggris, Belanda, serta Jerman.
Karier penyair Chairil Anwar dimulai tahun 1942 ketika salah satu karyanya dimuat Majalah Nisan. Seiring waktu, puisi Chairil Anwar kian masyarakat kenal.
Sayangnya, kepopuleran puisi Chairil Anwar tak membuat kehidupan rumah tangganya ikut awet. Dia menikah dengan perempuan dengan wanita bernama Hapsah, tetapi kemudian berpisah.
Keduanya memiliki anak bernama Evawani Chairil Anwar yang menjadi seorang notaris.
Puisi Chairil Anwar abadi sampai sekarang. Tapi, sayang, dia meninggal di usia ke-27 sehingga tidak melihat secara langsung kesuksesan puisi-puisinya.
Meski hidupnya terbilang singkat, kontribusi Chairil Anwar di dunia sastra Indonesia diakui. Banyak karyanya yang kemudian dialihbahasakan ke Bahasa Spanyol, Inggris, sampai Jerman.
[Baca Juga: Kumpulan 15 Puisi Guru yang Memotivasi dan Penuh Makna]
Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar
Setelah tahu biografi singkat Chairil Anwar, sekarang waktunya kamu membaca beberapa puisi karya Chairil Anwar.
Selain “Aku”, dia memiliki banyak karya indah yang sayang dilewatkan. Berikut adalah beberapa puisi-puisinya:
#1 Ajakan
Simak puisi “Ajakan” berikut ini:
Ida
Menembus sudah caya
Udara tebal kabut
Kaca hitam lumut
Pecah pencar sekarang
Di ruang lega lapang
Mari ria lagi
Tujuh belas tahun kembali
Bersepeda sama gandengan
Kita jalani ini jalan
Ria bahagia
Tak acuh apa-apa
Gembira girang
Biar hujan datang
Kita mandi-basahkan diri
Tahu pasti sebentar kering lagi.
#2 Aku Berkisah Antara Mereka
Inilah puisi berjudul “Aku Berkisar Antara Mereka”:
Aku berkisar antara mereka sejak terpaksa
Bertukar rupa di pinggir jalan, aku pakai mata mereka
Pergi ikut mengunjungi gelanggang bersenda:
Kenyataan-kenyataan yang didapatnya.
(bioskop Capitol putar film Amerika,
lagu-lagu baru irama mereka berdansa)
Kami pulang tidak kena apa-apa
Sungguhpun Ajal macam rupa jadi tetangga
Terkumpul di halte, kami tunggu trem dari kota
Yang bergerak di malam hari sebagai gigi masa.
Kami, timpang dan pincang, negatip dalam janji juga
Sandarkan tulang belulang pada lampu jalan saja,
Sedang tahun gempita terus berkata.
Hujan menimpa. Kami tunggu trem dari kota.
Ah hati mati dalam malam ada doa
Bagi yang baca tulisan tanganku dalam cinta mereka
Semoga segala sipilis dan segala kusta
(Sedikit lagi bertambah derita bom atom pula)
Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama
Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa
Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku pula.
#3 Aku
Berikut adalah puisi berjudul “Aku”
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
#4 Bercerai
Berikut adalah puisi “Bercerai” yang tiap baitnya memilukan:
Kita musti bercerai
Sebelum kicau murai berderai.
Terlalu kita minta pada malam ini.
Benar belum puas serah-menyerah
Darah masih berbusah-busah.
Terlalu kita minta pada malam ini.
Kita musti bercerai
Biar surya ‘kan menembus oleh malam di perisai
Dua benua bakal bentur-membentur.
Merah kesumba jadi putih kapur.
Bagaimana?
Kalau IDA, mau turut mengabur
Tidak samudra caya tempatmu menghambur.
#5 Cerita
Simak puisi berjudul “Cerita” berikut ini:
Kepada Darmawidjaya,
Di pasar baru mereka
Lalu mengada-menggaya.
Mengikat sudah kesal
Tak tahu apa dibuat
Jiwa satu teman lucu
Dalam hidup, dalam tuju.
Gundul diselimuti tebal
Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat
Ini renggang terus terapat.
[Baca Juga: 5+ Contoh Puisi Pendek Menyentuh Hati dengan Berbagai Tema]
#6 Cintaku Jauh di Ujung Pulau
Berikut adalah puisi “Cintaku Jauh di Ujung Pulau” yang berbicara tentang rindu ingin jumpa:
Cintaku jauh di pulau,
Gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Perahu melancar, bulan memancar,
Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
Aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
Di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
Kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
#7 Dalam Kereta
Simak puisi berjudul “Dalam Kereta” berikut ini:
Dalam kereta.
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo…, makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada.
#8 Dendam
Inilah puisi “Dendam” yang bercerita tentang seseorang yang sakit hati:
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di jari
Aku mencari
Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak tampak.
#9 Derai-derai Cemara
Berikut adalah puisi berjudul “Derai-derai Cemara”:
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan ditingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah.
#10 Doa
Berikut adalah puisi berjudul “Doa”:
Kepada pemeluk teguh,
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh mengingat
Kau penuh seluruh
Cahaya-Mu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.
[Baca Juga: Kumpulan 20 Puisi Cinta untuk Pasangan agar Makin Sayang]
#11 Hukum
Yuk simak puisi “Hukum”:
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul.
Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya – Lesu
Pucat mukanya – Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
#12 Kabar dari Laut
Simak puisi berjudul “Datang dari Laut” berikut:
Aku memang benar tolol ketika itu,
Mau pula membikin hubungan dengan kau;
Lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,
Berujuk kembali dengan tujuan biru.
Di tubuhku ada luka sekarang,
Bertambah lebar juga, mengeluar darah,
Di bekas dulu kau cium nafsu dan garang;
Lagi aku pun sangat lemah serta menyerah.
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
Pembatasan cuma tambah menyatukan kenang.
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.
Dan kau? Apakah kerjamu sembahyang dan memuji,
Atau di antara mereka juga terdampar,
Burung mati pagi hari di sisi sangkar?
#13 Kawanku dan Aku
Inilah puisi berjudul “Kawanku dan Aku” yang dapat disampaikan untuk sahabat:
Kepada L.K. Bohang,
Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan.
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.
Dia bertanya jam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti.
#14 Kenangan
Berikut adalah karya Chairil Anwar berjudul “Kenangan”:
Untuk Karinah Moordjono,
Kadang
Di antara jeriji itu itu saja
Mereksmi memberi warna
Benda usang dilupa
Ah! Tercebar rasanya diri
Membubung tinggi atas kini
Sejenak
Saja. Halus rapuh ini jalinan kenang
Hancur hilang belum dipegang
Terhentak
Kembali di itu itu saja
Jiwa bertanya; Dari buah
Hidup kan banyakan jatuh ke tanah?
Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia.
#15 Kepada Kawan
Simak puisi berjudul “Kepada Kawan” berikut ini:
Sebelum Ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,
belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah terkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!
[Baca Juga: 10 Contoh Puisi Ibu yang Menyentuh dan Bikin Baper!]
#16 Kesabaran
Simak puisi “Kesabaran” berikut ini:
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak berbicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil peduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba
#17 Krawang-Bekasi
Berikut adalah puisi “Krawang-Bekasi” yang merupakan salah satu puisi populer.
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi.
#18 Lagu Biasa
Inilah bait puisi berjudul “Lagu Biasa”:
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan “Carmen” pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai “Ave Maria”
Kuseret ia ke sana.
#19 Malam
Inilah puisi berjudul “Malam”:
Mulai kelam
belum buntu malam,
kami masih saja berjaga
Thermopylae?
Jagal tidak dikenal?
Tapi nanti
Sebelum siang membentang
Kami sudah tenggelam hilang
#20 Merdeka
Inilah puisi berjudul “Merdeka” yang cocok dijadikan motivasi:
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati.
[Baca Juga: 20 Puisi Kemerdekaan 17 Agustus HUT RI Ke-77 Menyentuh Hati]
#21 Nisan
Silakan simak puisi berjudul “Nisan” berikut ini:
Untuk nenekanda,
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta.
#22 Pelarian
Berikut adalah puisi berjudul” Pelarian”:
I
Tak tertahan lagi
Remang miang sengketa di sini
Dalam lari
Dihempaskannya pintu keras tak berhingga.
Hancur-luluh sepi seketika
Dan paduan dua jiwa.
II
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanya
Ini batu baru tercampung dalam gelita
“Mau apa? Rayu dan pelupa,
Aku ada! Pilih saja!
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Mari! Mari!
Turut saja!”
Tak kuasa …terengkam
Ia dicengkam malam.
#23 Penghidupan
Berikut adalah puisi berjudul “Penghidupan”:
Lautan maha dalam
Mukul dentur selama
Menguji tenaga pematang kita
Mukul dentur selama
Hingga hancur remuk redam Kurnia Bahagia
Kecil setumpuk
Sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk.
#24 Rumahku
Simak puisi berjudul “Rumahku” berikut ini:
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Ku lari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu.
#25 Sajak Putih
Simak puisi berjudul “Sajak Putih”:
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah.
[Baca Juga: Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia, Ini Puisi-puisi Terbaiknya]
#26 Sebuah Kamar
Simak berjudul “Sebuah Kamar” berikut ini:
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia.
Bulan yang menyinar ke dalam
Mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satu!”
Ibuku tertidur dalam tersedu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan: Kamar begini,
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
#27 Selamat Tinggal
Inilah puisi Chairil Anwar berjudul “Selamat Tinggal”:
Perempuan…
Aku berkaca
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Kudengar seru menderu
– dalam hatiku? –
Apa hanya angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah…!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal
Selamat tinggal…!!!
#28 Selama Bulan Menyinari Dadanya
Simak puisi berjudul “Selama Bulan Menyinari Dadanya” berikut:
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
Ranjang padang putih tiada batas
Sepilah panggil panggilan
Antara aku dan mereka yang bertolak
Aku bukan lagi si cilik tidak tahu jalan
Di hadapan berpuluh lorong dan gang menimbang:
Ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan “pas bebas”
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
Ranjang padang putih tiada batas
Sepilah panggil panggilan
Antara aku dan mereka yang bertolak
Juga ibuku yang berjanji
Tidak meninggalkan sekoci.
Lihatlah cinta jingga luntur:
Dan aku yang pilih
Tinjauan mengabur, daun daun sekitar gugur
Rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi
Pada jendela kaca tiada bayang datang mengambang
Gundu, gasing, kuda kudaan, kapal kapalan di zaman kanak,
Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan ajaib
Menggulingkan gundu, memutarkan gasing
Memacu kuda kudaan, menghembus kapal kapalan
Aku sudah lebih dulu kaku.
#29 Sendiri
Simak puisi Chairil Anwar berikut yang berjudul “Sendiri”:
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Yang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
#30 Sia-sia
Inilah puisi Chairil Anwar berjudul “Sia-sia” yang menggambarkan kepelikan:
Penghabisan kali itu kau datang
Membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
Darah dan suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
[Baca Juga: 88 Kata-kata Motivasi Kemerdekaan Untuk Membakar Semangat]
#31 Situasi
Inilah puisi Chairil Anwar berjudul “Situasi”:
Tidak perempuan! yang hidup dalam diri
Masih lincah mengelak dari pelukanmu gemas gelap,
Bersikeras mencari kehijauan laut lain,
Dan berada lagi di kapal dulu bertemu,
Berlepas kemudi pada angin,
Mata terpikat pada bintang yang menanti.
Sesuatu yang mengepak kembali menandungkan
Tai Po dan rahasia laut Ambon
Begitulah perempuan! Hanya suatu garis kabur
Bisa dituliskan
Dengan pelarian kebuntuan senyuman.
#32 Suara Malam
Simak puisi “Suara Malam” yang merupakan salah satu puisi Chairil Anwar semasa hidup:
Dunia badai dan topan
Manusia mengingatkan “Kebakaran di Hutan”*
Jadi ke mana
Untuk damai dan reda?
Mati.
Barangkali ini diam kaku saja
Dengan ketenangan selama bersatu
Mengatasi suka dan duka
Kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dasar lautan
Jemu dipukul ombak besar.
Atau ini.
Peleburan dalam Tiada
Dan sekali akan menghadap cahaya.
Ya Allah! Badanku terbakar – segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.
#33 Sudah Dulu Lagi
Inilah puisi Chairil Anwar berjudul “Sudah Dulu Lagi”:
Sudah dulu lagi terjadi begini
Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil
Jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini
Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan
Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara
Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi
Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.
#34 Taman
Berikut adalah puisi berjudul “Taman:
Taman punya kita berdua
Tak lebar luas, kecil saja
Satu tak kehilangan lain dalamnya.
Bagi kau dan aku cukuplah
Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
Halus lembut dipijak kaki.
Bagi kita bukan halangan.
Karena
Dalam taman punya berdua
Kau kembang, aku kumbang
Aku kumbang, kau kembang.
Kecil, penuh surya taman kita
Tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia.
#35 Tak Sepadan
Simak puisi “Tak Sepadan” berikut, salah satu puisi yang populer darinya:
Aku kira,
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Pelajari dengan Baik dan Mulai Berkarya
Puisi Chairil Anwar merupakan salah satu karya yang diakui di Indonesia. Karya-karyanya beberapa kali masuk di film nasional.
Setelah tahu puisi-puisi tersebut, kamu bisa belajar membuat puisi. Dengan begitu, kamu, kemampuan berbahasamu akan meningkat.
Selain meningkatkan kemampuan menulis dan berbahasa, tidak ada salahnya jika kamu juga semakin mengasah skill dalam mengeloa keuangan.
Sebab, ada banyak manfaat yang akan kamu dapatkan. Salah satunya bisa membuat rencana keuangan secara lebih terarah dan mewujudkan satu per satu yang menjadi tujuan keuanganmu.
Jika bingung cara memulainya, kamu bisa baca panduan seputar perencanaan keuangan dan investasi di Perpustakaan Ebook Finansialku.
Selanjutnya, mulai atur keuanganmu bersama Aplikasi Finansialku yang bisa di download melalui App Sotre atau Play Store.
Beragam fitur di dalamnya akan memudahkanmu dalam menyusun anggaran, mencatat keuangan, sampai mengecek kondisi kesehatan keuanganmu saat ini. Selamat mencoba…
Sekian ulasan tentang puisi Chairil Anwar. Yuk, share artikel ini ke teman-temanmu agar lebih banyak yang tahu. Terima kasih!
Editor: Ari A.Santosa
Sumber Referensi:
- M Hardi. Oktober 2022. 23 Karya Pu isi Chairil Anwar yang Begitu Populer Penuh Akan Makna. Gramedia.com – https://bit.ly/3VT9z4M
- Shofia Nida. 04 Desember 2021. Puisi karya Chairil Anwar memiliki banyak tema, mulai dari percintaan, individualisme, eksistensialisme, hingga kematian. Merdeka.com – https://bit.ly/3UG3oiU