Runtuhnya Silicon Valley Bank ternyata turut membuat raksasa perbankan Credit Suisse babak belur hingga kehilangan hampir seperempat nilainya pada pekan lalu. Apa masalahnya?
Simak selengkapnya mengenai kondisi terkini serta kronologi permasalahan bank Credit Suisse dalam artikel berikut ini.
Bank Credit Suisse Tengah Bergejolak
Raksasa perbankan Swiss, Credit Suisse, tengah bergejolak. Saham bank raksasa tersebut bahkan mencapai titik terendah sepanjang masa pada Rabu (15/3/2023) pagi waktu London.
Di awal perdagangan, saham turun lebih dari 24%. Ini terjadi setelah investor terbesar Credit Suisse, Saudi National Bank, mengatakan tidak dapat memberikan bantuan keuangan lebih lanjut kepada bank Swiss.
Hal ini kemudian memicu pelemahan selama dua hari berturut-turut. Sebelumnya, keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank turut menyeret Credit Suisse hingga membuat sahamnya anjlok.
Akhirnya, bank terbesar Swiss UBS mengumumkan akan mencaplok bank bermasalah Credit Suisse.
Transaksi tersebut yakni senilai US$3,25 miliar atau Rp49 triliun (kurs Rp15.300) dan akan dibayarkan dengan saham UBS kepada pemegang saham Credit Suisse.
Kesepakatan (all share) yang terjadi pada hari Minggu (19/3/2023) lalu ini menetapkan harga Credit 0,76 Swiss Franc (SFr).
Harga ini jauh lebih kecil dari harga penutupan perdagangan Jumat (17/3/2023) pada pekan lalu di angka SFr 1,86.
[Baca Juga: Silicon Valley Bank Bangkrut dalam 48 Jam, Ini Rentetan Faktanya!]
Kondisi Terkini
Otoritas Pengawas Pasar Keuangan Swiss, FINMA, kemudian mempertahankan keputusannya meminta Credit Suisse menghapus nilai obligasi ‘additional tier one’ (AT1).
Obligasi senilai 16 miliar Swiss Franc atau setara dengan US$17,3 miliar itu akan sepenuhnya terkena write off (hapus buku).
Hal ini setelah aksi akuisisi darurat Credit Suisse Group oleh UBS Group sebagai bagian dari penyelamatan.
FINMA beranggapan, pinjaman yang Credit Suisse terima dari Bank Nasional Swiss pekan lalu, dan didukung oleh pemerintah federal, menandakan persyaratan penurunan nilai terhadap obligasinya telah terpenuhi.
FINMA menganggap bahwa obligasi AT1 merupakan instrumen investasi yang berisiko. Obligasi AT1 banyak diterbitkan oleh bank Eropa pasca-krisis finansial 2008 demi meningkatkan modal tanpa harus menerbitkan efek ekuitas baru.
Tujuan adanya obligasi AT1 ini untuk menambah lapisan perlindungan bagi fundamental bank.
Apabila rasio modal sebuah bank berada di bawah ketentuan, atau jika otoritas mengintervensi, obligasi AT1 bisa dihapus dan dikonversi menjadi saham demi menahan risiko kolaps.
Keputusan ini membalikkan hierarki restitusi Eropa yang jika terjadi kegagalan bank di bawah kerangka Basel III pasca-krisis finansial, menempatkan pemegang obligasi AT1 di atas investor saham.
Investor Siap Tuntut Karena Nilai Obligasi Nol
Pemegang obligasi AT1 kini disebut-sebut sedang menjajaki langkah hukum atas penurunan nilai yang diperdebatkan. Hal ini diungkapkan oleh firma hukum Quinn Emanuel Urquhart & Sullivan.
Quinn Emanuel mengatakan pihaknya sedang berdiskusi dengan para pemegang obligasi Credit Suisse AT1. Namun demikian, pihak firma hukum tersebut tidak menyebutkan daftar nama pemegang obligasi AT1.
Sebagai informasi, di bawah kesepakatan merger UBS-Credit Suisse, pemegang obligasi AT1 tidak mendapatkan apa-apa.
Sementara untuk pemegang saham, yang biasanya berada di bawah pemegang obligasi AT1 dalam hal siapa yang dibayar ketika bank atau perusahaan ambruk, akan menerima US$3,23 miliar.
Ketentuan obligasi di Swiss sendiri menyatakan bahwa dalam restrukturisasi, pengawas keuangan tidak berkewajiban untuk mematuhi hierarki struktur modal pada umumnya.
Inilah yang membuat pemegang obligasi Credit Suisse AT1 kalah.
Adapun dana yang Lazard Freres Gestion, Pimco dan GAM Investments kelola termasuk yang paling terekspos pada akhir Februari terhadap utang AT1 dalam hal bobot portofolio.
Hal ini membuat mereka rentan terhadap kerugian dari penghapusan obligasi.
Menurut data Morningstar, Pimco memiliki 3,49% dari 5,66 miliar Euro (US$8 miliar) GIS Capital Securities Fund dalam obligasi Credit Suisse AT1.
Kemudian, Lazard Freres Gestion memiliki 7,4% dari 1,45 miliar Euro dana Lazard Capital Fi SRI yang dialokasikan ke utang Credit Suisse AT1.
Sementara GAM memiliki dana sekitar 4,8% dari Star Credit Opportunities Fund terhadap utang Credit Suisse AT1 atau sekitar 1,15 miliar Euro.
Quinn Emanuel mengatakan bahwa panggilan untuk pemegang obligasi AT1 kemungkinan akan berlangsung pada hari Rabu (22/3).
Penyelamatan Credit Suisse ini telah menyebabkan gejolak di pasar Eropa, dengan harga obligasi bank di bawah tekanan karena investor fokus pada potensi risiko memegang obligasi AT1.
Regulator Eropa mengatakan bahwa mereka akan terus memaksakan kerugian pada pemegang saham sebelum pemegang obligasi.
Ini dalam upaya untuk menenangkan saraf investor setelah jatuhnya keputusan AT1 di Swiss.
Kronologi Permasalahan Bank Credit Suisse
Credit Suisse berada di ambang kebangkrutan usai harga sahamnya anjlok hingga lebih dari 20%, pada Rabu (15/3/2023) lalu.
Sahamnya ditutup setelah terjun ke posisi terendah 24,24% dalam sejarah.
Akibatnya, nilai perusahaan menurun di bawah US$7 miliar. Saham perusahaan perbankan terbesar kedua di Swiss itu ambruk usai pemegang saham mayoritas menolak mengucurkan modal lagi untuk Credit Suisse.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, Saudi National Bank (SNB) menyebut pihaknya tak akan meningkatkan saham di bank Swiss ini.
Komentar itu disampaikan saat pasar saham Eropa anjlok di tengah kekhawatiran baru tentang sektor perbankan dan sontak membuat para investor panik.
Pasalnya, selama berbulan-bulan mereka khawatir melihat kinerja buruk bank, sehingga mungkin harus meminta tambahan modal kepada para pemegang saham.
Krisis perbankan bahkan menyebar ke saham perbankan Eropa lainnya. Saham bank-bank Prancis dan Jerman seperti BNP Paribas, Societe Generale, Commerzbank, dan Deutsche Bank turun antara 8-10%.
Untuk meredakan kepanikan, Bank Sentral Swiss pun turun tangan dengan mengatakan modal dan tingkat likuiditas Credit Suisse cukup memadai.
Bank Sentral bahkan siap menyediakan likuiditas bagi lembaga itu jika diperlukan.
Aroma kebangkrutan Credit Suisse sebenarnya sudah lama merebak setelah bank tersebut terus mencatatkan kerugian, serta dihantam serangkaian kesalahan dan kegagalan kepatuhan selama beberapa tahun terakhir.
Kondisi ini tentu saja merusak reputasinya di mata klien dan investor, hingga membuat beberapa eksekutif puncak terkena PHK.
Tahun lalu, nasabah menarik kembali 123 miliar Swiss Franc atau setara US$133 miliar dari Credit Suisse, yang sebagian besar diambil pada kuartal IV 2022.
Credit Suisse kemudian melaporkan kerugian bersih tahunan hampir 7,3 miliar Swiss Franc atau US$7,9 miliar dan menjadi kerugian terbesar sejak krisis keuangan global 2008.
Pada Oktober 2022, pemberi pinjaman tersebut memulai rencana restrukturisasi ‘radikal’.
Rencana tersebut antara lain melakukan PHK terhadap 9.000 karyawannya pada 2025, memisahkan bank investasi, dan fokus pada manajemen kekayaan.
Restrukturisasi ‘Radikal’ hingga Buyback Saham
Manajemen bank menyebut PHK dilakukan demi mengembalikan kondisi bank yang terjebak pada kerugian besar pada kuartal III 2022 sebesar 4,034 miliar Swiss Franc.
Ini termasuk pembenahan unit perbankan investasinya, dan meningkatkan modal baru.
Credit Suisse meluncurkan tinjauan strategis untuk mengakhiri serangkaian skandal yang mengguncang lembaga keuangan tersebut.
Ketua Credit Suisse, Axel Lehmann, mengatakan akan melakukan penilaian ulang arah bank termasuk strategi radikal dan rencana eksekusi yang jelas.
Hal ini untuk menciptakan bank yang lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih efisien dengan fondasi yang kuat, fokus pada klien dan kebutuhan mereka.
Lalu, bank akan meningkatkan modal senilai 4 miliar Swiss Franc melalui penerbitan saham baru kepada investor yang memenuhi syarat.
Ini termasuk Saudi National Bank, yang telah berkomitmen untuk berinvestasi hingga 1,5 miliar Swiss Franc.
Credit Suisse juga mengatakan akan membeli kembali (buyback) surat utang hingga 3 miliar Swiss Franc sebagai upaya untuk menunjukkan kemampuannya dan menenangkan investor.
Kabar ini berhembus buntut dari ramainya informasi bank tersebut nyaris bangkrut di media sosial. Credit Suisse disebut-sebut berpotensi gagal bayar utang.
Terkait kabar tersebut, jajaran eksekutif sibuk meyakinkan klien dan investor besar mereka soal kesehatan keuangan perusahaan yang diklaim memiliki modal dan likuiditas yang cukup.
Forbes kala itu mencatat kinerja perusahaan telah merugi sebanyak empat kali, yakni pada kuartal I 2021 sebanyak US$254 juta, kuartal IV 2021 sebesar US$2,085 miliar.
Lalu, pada kuartal I 2022 rugi US$275 juta dan kuartal IV 2022 kembali merugi sebanyak US$1,609 miliar.
Berkaca pada kondisi ini, pasar khawatir Credit Suisse akan senasib dengan Lehman Brothers, raksasa keuangan AS yang bangkrut pada 2008 silam.
Masalahnya, kebangkrutan Lehman Brothers saat itu menjadi pemicu krisis keuangan global.
Kendati demikian, Credit Suisse dilaporkan masih memiliki capital buffer (bantalan modal) hampir US$100 miliar untuk menutup kerugian. Aset yang dikelolanya pun masih US$1,47 triliun per kuartal kedua 2022.
Credit Suisse Telah Resmi Dibeli UBS
UBS resmi mencaplok Credit Suisse seharga US$3,25 miliar atau Rp49 triliun, pada Minggu (19/3/2023) kemarin.
Regulator keuangan Swiss menyebut, jika pembelian Credit Suisse oleh UBS ini sebagai salah satu cara untuk menekan dampak beruntun yang terjadi akibat bangkrutnya bank
The Swiss National Bank menyebutkan pengambilalihan Credit Suisse oleh UBS ini dilakukan demi keamanan stabilitas keuangan.
“Ini solusi untuk melindungi ekonomi Swiss dari kejadian luar biasa (bangkrutnya Credit Suisse),” tulis pernyataan tersebut, Senin (20/3/2023).
Dengan kesepakatan ini, pemegang saham akan menerima 1 saham UBS untuk setiap 22,48 saham Credit Suisse yang mereka miliki.
Chairman UBS, Colm Kelleher mengatakan aksi korporasi ini merupakan hal yang menarik untuk para pemegang saham UBS.
“Ini menyangkut penyelamatan darurat. Kami sudah menyusun strategi yang bisa mempertahankan nilai perusahaan,” jelasnya.
Menurut UBS, dengan bergabungnya Credit Suisse ke perusahaan maka keduanya akan memiliki aset US$5 triliun.
“Kami berkomitmen untuk membuat aksi ini sukses. Ini sangat penting untuk sistem keuangan Swiss dan sistem keuangan global,” pungkasnya.
Bahkan, Swiss National Bank menjanjikan bantuan pinjaman hingga US$100 miliar untuk mendukung keputusan ini.
Pemerintah Swiss juga menjamin akan menanggung kerugian hingga 9 miliar Swiss Franc dari aset tertentu sesuai batas yang ditentukan.
Menteri Keuangan Swiss Karin Keller-Sutter mengatakan, ini adalah solusi komersial dan bukan bailout dari pemerintah.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Chairman Federal Reserve Jerome Powell pun menyambut baik kesepakatan ini.
[Baca Juga: Rugi Bersih GOTO Tembus Rp40,4 Triliun, Apa Penyebabnya? Cek Yuk!]
Deretan Skandal Credit Suisse
Mengutip dari The Globe and Mail dan Reuters, berikut deretan skandal Credit Suisse.
Skandal Penggelapan Pajak
Credit Suisse dan skandal pajak rasanya selalu berjalan beriringan. Pada 2011, tercatat bank ini terlibat dalam penggelapan pajak warga Jerman.
Lalu tiga tahun kemudian, bank Swiss tersebut didakwa bersalah dan mendapat denda sebesar US$2,6 miliar oleh pengadilan AS karena membantu klien mengajukan penggelapan pajak.
Kemudian kasus pada tahun 2016, bank harus membayar €109,5 juta kepada otoritas Italia atas penyelidikan penghindaran dan penipuan pajak yang dilakukan oleh nasabah bank tersebut.
Korupsi Dana Talangan Mozambik
Kasus ini terjadi pada tahun 2021 lalu. Cerita bermula saat Republik Rakyat Mozambik mengajukan pinjaman pada 2012 dan 2016 ke Credit Suisse untuk pengembangan industri lokal.
Kredit itu akhirnya mendapat persetujuan dari Credit Suisse.
Namun, belakangan diketahui kalau ada suap dari kontraktor sebesar US$50 juta kepada para banker sebagai imbalan atas lolosnya pinjaman.
Skandal Pencucian Uang Narkoba
Pada tahun 2022, Pengadilan Kriminal Federal Swiss mendakwa bersalah kepada Credit Suisse dan seorang karyawannya yang terlibat dalam penyelundupan kokain Bulgaria dari tahun 2004 hingga 2008.
Dua pihak itu kemudian harus membayar denda sebesar 146 juta Swiss Franc. Seorang mantan karyawan itu konon mengetahui dan secara sadar mengelola dana penyelundupan kokain di Bulgaria.
Skandal Archegos dan Greensill
Skandal ini bermula ketika Credit Suisse berinvestasi besar-besaran di sebuah firma pinjaman korporasi global bernama Greensill Capital.
Namun, investasi tersebut terjadi melalui model bisnis yang rumit dan tidak jelas.
Regulator Swiss, FINMA, menemukan bahwa bank secara serius melanggar kewajiban pengawasannya untuk memantau dan membatasi risiko dalam hubungan bisnisnya dengan pemodal Greensill.
Alhasil, ketika Greensill bangkrut, bank juga ikut terlibat dalam pusaran itu. Credit Swiss akhirnya mengganti hampir US$5 miliar kepada investor sebagai akibat dari keruntuhan firma tersebut.
Kronologi serupa juga terjadi pada firma Archegos Capital Management. Credit Suisse memberikan investasi, tetapi ternyata gagal memenuhi standar.
Akibatnya, ketika Archegos berada di ujung kebangkrutan, bank juga terseret hingga menelan kerugian sebesar US$5 miliar pada Maret 2021.
Sejarah Singkat Credit Suisse
Mengutip dari situs resminya, Credit Suisse Group AG terbentuk pada 5 Juli 1856, melalui penggabungan antara Swiss Credit Institution (Schweizerische Kreditanstalt) dengan Allgemeine Deutsche Credit-Anstalt.
Pada awalnya, Credit Suisse fokus pada penyaluran pembiayaan dalam negeri Swiss untuk proyek-proyek kereta api. Tujuannya, untuk menghindari bank-bank Prancis yang ingin memengaruhi sistem kereta api Swiss.
Model bisnis bank ini awalnya mencontoh Credit Mobilier, sebuah bank yang mendanai proyek kereta api di Prancis yang didirikan dua tahun sebelumnya.
Namun, Credit Suisse memiliki kebijakan pinjaman yang lebih konservatif, yang berfokus pada pinjaman jangka pendek hingga menengah.
Pada tahun pertama operasi, 25% pendapatan bank berasal dari pengembangan jalur kereta api di bagian timur Swiss. Pembangunan jalur kereta api ini oleh perusahaan Escher, sang pendiri Credit Suisse, yakni Nordostbahn.
Credit Suisse memainkan peran penting dalam perkembangan ekonomi Swiss, membantu negara tersebut mengembangkan sistem mata uang, dan mendanai pelaku usaha.
Credit Suisse juga berinvestasi di jalur kereta api Gotthard, yang menghubungkan Swiss dengan sistem kereta api Eropa pada 1882.
Pada awal 1900-an, Credit Suisse mulai melayani konsumen dan kelas menengah dengan produk-produk seperti tabungan, deposito, dan penukaran mata uang.
Pembukaan cabang pertama di luar Zurich yaitu pada tahun 1905 di Basel. Credit Suisse juga berperan aktif membantu restrukturisasi perusahaan-perusahaan Eropa yang terkena dampak Perang Dunia I.
Setelah Perang Dunia II, Credit Suisse semakin memantapkan posisi dalam pasar keuangan global.
Pasalnya, bank ini terlibat aktif dalam upaya rekonstruksi negara-negara yang terdampak, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan besar yang membutuhkan rekonstruksi.
Peningkatan Kinerja hingga Menjadi Bank Bermasalah
Pada tahun-tahun selanjutnya, Credit Suisse mencatatkan peningkatan kinerja yang signifikan.
Bank berhasil menghadapi krisis keuangan global tanpa perlu bailout negara, tidak seperti saingannya UBS.
Bank tersebut berkembang secara bertahap menjadi penyedia layanan keuangan global, yang dicapai melalui pertumbuhan organik maupun non-organik, seperti serangkaian aksi merger dan akuisisi.
Beberapa aksi penggabungan usaha yang dilakukan antara lain, bank investasi AS CS First Boston pada 1990, dan bank swasta Swiss Bank Leu pada 1993.
Kemudian, ada pula akuisisi bank terbesar keempat di Swiss, Volksbank pada tahun 1993, dan wealth manager hedging asal Brasil, Griffo pada tahun 2007.
Lalu, Wealth Management Businesses Morgan Stanley di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika pada 2013.
Pada 2006, Credit Suisse mulai beroperasi sebagai bank universal penyedia jasa terintegrasi yang aktif.
Bank ini juga menyediakan solusi secara global untuk klien di bidang perbankan swasta, perbankan investasi, dan manajemen aset.
Namun, perjalanan sejarahnya juga tak selalu mulus. Pada 2011, seperti banyak pesaingnya, perusahaan mengurangi jumlah karyawan untuk menghadapi pasar yang memburuk di seluruh dunia.
Pada 2014, mereknya ternodai oleh kasus di Departemen Kehakiman AS. Credit Suisse dinyatakan bersalah karena berkonspirasi untuk membantu penghindaran pajak atas nama kliennya.
Bank mencapai kesepakatan dengan Departemen Kehakiman pada Januari 2017, mengenai masalah sekuritas berbasis hipotek perumahan.
Terkini, bulan Maret 2023, laporan tahunan 2022 Credit Suisse mengidentifikasi “kelemahan material” dalam pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Bank juga mengatakan arus keluar pelanggan telah stabil tetapi “belum berbalik”.
Saham bank Swiss turun sebanyak 30% setelah pemegang saham terbesarnya Saudi National Bank mengatakan tidak dapat memberikan dukungan lebih karena kendala peraturan.
Hingga akhirnya, bank terbesar Swiss UBS mengumumkan akan mencaplok bank bermasalah Credit Suisse dengan transaksi senilai US$3,25 miliar.
Krisis Bank di AS Berdampak pada Credit Suisse
Credit Suisse saat ini sedang berjuang melawan kerugian dan masalah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Terlebih lagi dengan adanya sentimen krisis bank-bank di AS yang runtuh akibat bangkrutnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank.
Demikian ulasan Finansialku terkait kondisi terkini dan kronologi Credit Suisse yang tengah bergejolak serta sejarah singkatnya sejak tahun 1856.
Melihat banyaknya informasi seputar krisis keuangan, tentu kita tidak ingin merasakan hal yang sama.
Oleh karena itu, alangkah baiknya kita segera mengatur keuangan kita dengan tepat supaya tidak terjadi krisis juga.
Sobat Finansialku bisa mulai dengan mengatur uang masuk dan keluar termasuk tabungan Anda di bank supaya bisa mengetahui apakah kondisi keuangan Anda sehat atau mungkin butuh pertolongan.
Ebook berikut ini bisa menjadi panduan Anda untuk mengetahui cara agar Anda dapat mengatur keuangan dengan mudah melalui pengelolaan cashflow. Yuk, download sekarang!
Ebook GRATIS Cara Mengatur Keuangan dengan Mudah
Itulah penjelasan terkait Credit Suisse yang sedang berada di ambang kebangkrutan. Tinggalkan pendapat kamu pada kolom komentar di bawah. Semoga informasinya bermanfaat, ya. Terima kasih!
Editor: Ratna Sri H.
Sumber Referensi:
- Arrijal Rachman, 23 Maret 2023. Diambang Kebangkrutan, Begini Kondisi Terkini Credit Suisse! Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/3nkkhVe
- Almadinah Putri Brilian. 21 Maret 2023. Murka Nilai Obligasinya Jadi Nol, Investor Siap Tuntut Credit Suise. Finance.detik.com – https://bit.ly/3LNx8tj
- Tim Redaksi. 17 Maret 2023. Kronologi Bank Raksasa Credit Suise di Ambang Kejatuhan. Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/3FO78dt
- Admin. 21 Maret 2023. 4 Skandal Memalukan Credit Suise yang Bikin Geger & Hancur. Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/3ZaUook
- Sylke Febrina Laucereno. 20 Maret 2023. Akhirnya UBS Resmi Caplok Credit Suise Rp48 T! Finance.detik.com – https://bit.ly/3yZG1si
- Zefanya Aprilia. 21 Maret 2023. 167 Tahun Kisah Credit Suise Hingga Kini Diambang Bangkrut. Cnbcindonesia.com – https://bit.ly/40aegt5
- Agung Jatmiko. 16 Maret 2023. Sejarah Credit Suise, Bank Investasi yang Terancam Bangkrut. Katadata.co.id – https://bit.ly/3TJfJnx